RADIOBOSSFM – Penipuan berbasis teknologi kecerdasan buatan (AI) kian marak dan telah memakan banyak korban di Indonesia dan berbagai negara lain. Sepanjang 2025, tren kejahatan digital ini semakin meningkat dengan munculnya empat modus utama penipuan berbasis AI yang perlu diwaspadai oleh masyarakat dan dunia usaha.
1. Deepfake dan Serangan BEC (Business Email Compromise)
Salah satu modus yang banyak digunakan adalah menyamar sebagai atasan perusahaan melalui video call atau rekaman suara palsu yang dihasilkan oleh AI. Dalam kasus di Hong Kong awal tahun ini, seorang karyawan sebuah perusahaan multinasional mentransfer dana sebesar 200 juta dolar Hong Kong (sekitar Rp400 miliar) setelah menerima video call yang menampilkan sosok menyerupai CEO mereka. Setelah diselidiki, video tersebut ternyata adalah deepfake yang dirancang untuk menyamar dengan sempurna. Di Indonesia, beberapa kasus juga mulai muncul di mana staf keuangan diperdaya melalui email palsu yang seolah berasal dari pimpinan perusahaan.
2. Chatbot Penipu Asmara
Penipuan dengan pendekatan asmara kini juga dimodifikasi dengan AI. Pelaku menggunakan chatbot cerdas yang mampu membangun percakapan natural layaknya manusia, menjalin hubungan emosional secara daring, lalu meminta bantuan keuangan secara bertahap. Modus ini banyak digunakan oleh sindikat luar negeri, termasuk dari Nigeria, yang menyasar pengguna aplikasi kencan dan media sosial. Salah satu korban di Yogyakarta mengaku kehilangan lebih dari Rp150 juta setelah menjalin “hubungan online” selama dua bulan dengan pelaku yang ternyata bukan manusia.
3. Skema “Pig Butchering” Berbasis Investasi
Modus ini dijalankan secara sistematis dan berlangsung dalam waktu panjang. Pelaku menggunakan identitas palsu dengan foto dan video yang dihasilkan dari AI untuk membangun kepercayaan korban. Setelah itu, korban diarahkan untuk menanam investasi di platform yang tampak resmi, tetapi sebenarnya palsu. Beberapa korban di Jakarta dan Medan melaporkan kerugian ratusan juta rupiah dalam beberapa bulan terakhir. Skema ini dikenal sebagai “pig butchering” karena korban dikondisikan seolah-olah akan menerima keuntungan besar, sebelum akhirnya ditipu habis-habisan.
4. Pemerasan Digital Berbasis Deepfake
Dalam kasus lain, pelaku membuat video eksplisit palsu menggunakan wajah korban melalui rekayasa AI dan menggunakannya untuk melakukan pemerasan. Taktik ini biasanya menargetkan eksekutif, pejabat publik, atau figur populer dengan ancaman penyebaran konten jika tidak diberikan tebusan, biasanya dalam bentuk mata uang kripto. Di Bandung, seorang pengusaha menerima rekaman video dirinya dalam situasi yang tidak senonoh, padahal ia tidak pernah membuat video tersebut. Kasus ini masih dalam penanganan kepolisian.
Langkah Perlindungan yang Dapat Dilakukan
Bagi individu, penting untuk selalu skeptis terhadap permintaan uang, terutama dari kenalan baru di internet atau rekan kerja yang tidak bisa diverifikasi secara langsung. Jangan mudah membagikan informasi pribadi dan hindari mengklik tautan atau lampiran mencurigakan, meskipun tampaknya dikirim dari orang yang dikenal.
Sementara itu, bagi perusahaan, perlu diterapkan prosedur verifikasi berlapis untuk semua transaksi keuangan. Pendidikan internal tentang potensi penipuan AI juga sangat penting, termasuk pelatihan pengenalan tanda-tanda manipulasi digital, seperti rekaman suara atau video yang mencurigakan. Solusi keamanan siber berbasis deteksi AI dan audit berkala atas sistem komunikasi internal dapat menjadi langkah proaktif untuk menghindari kerugian yang lebih besar. (WS-RBS)