radiobossfm.com, TRENGGALEK – Ilmuwan di Korea Selatan berhasil mengembangkan jenis beras hibrida berkelanjutan baru yang disebut “beras berdaging.” Beras jenis ini disebut dapat membantu mengatasi krisis pangan dan perubahan iklim, dikutip dari Phys.org. Jenis biji-bijian ini ditanam di laboratorium oleh para peneliti di University of Yonsei, Seoul, Korea Selatan. Tidak seperti beras biasanya, “beras berdaging” ini mengandung protein dari otot sapi dan sel lemak, dengan warna merah mudah layaknya daging sapi. Menurut peneliti, beras ini merupakan salah satu alternatif daging yang lebih murah dan ramah lingkungan, serta meninggalkan jejak karbon yang lebih kecil.
Beras hibrid itu juga dilapisi dengan gelatin ikan untuk membantu sel-sel daging sapi menempel pada nasi. Setelah semua jenis protein dan zat lain menempel, beras kemudian dibiarkan dalam cawan petri hingga 11 hari. Hasilnya, beras ini mengandung 8 persen protein dan 7 persen lemak lebih banyak dibandingkan beras biasa. Apabila dijual bebas di pasaran, beras ini akan memberikan pilihan yang jauh lebih murah bagi konsumen di Korea Selatan. Diperkirakan, beras hibrida ini bisa dijual dengan harga 2,23 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 34.900 per kilo. Sementara itu, satu kilogram daging sapi di Korea Selatan dijual dengan harga sekitar 15 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 234.720. Tim berencana untuk mengembangkan lebih lanjut proses tersebut sebelum beras dipasarkan. Nantinya, beras hibrida ini diharapkan dapat tumbuh lebih baik dan mempunyai nilai gizi yang lebih banyak.
Penulis utama dalam peneletian tersebut, Park Sohyeon mengatakan, mereka sebelumnya bereksperimen dengan berbagai jenis produk makanan. Meski demikian, produk eksperimen itu tidak selalu berhasil seperti pada beras hibrida ini, dilansir dari CNN. Sebelumnya, mereka pernah mencoba memasukkan sel daging hewani ke dalam kedelai dengan menggunakan metode serupa. Sayangnya, kerangka sel yang dimasukkan di kedelai terlalu besar dan berpengaruh terhadap tekstur. Konsumen yang telah mencobanya mengaku tidak dapat merasakan tekstur seperti daging, sehingga kurang disukai.
Alternatif daging asli dan berbagai inovasi pangan baru telah menjamur selama beberapa tahun terakhir. Ada berbagai produk yang beredar di pasaran, seperti Beyond Meat, yaitu daging berbasis plant-based hingga daging yang dikembangkan di laboratorium. Semua produk alternatif ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya yang dihasilkan dari peternakan. Sistem peternakan bertanggung jawab atas 6,2 miliar metrik ton karbon dioksida yang memasuki atmosfer setiap tahunnya. Angka tersebut setara dengan 1 persen dari total emisi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, menurut data PBB. Kendati demikian, banyak produk alternatif daging yang kesulitan menembus pasar umum dan menarik konsumen.
SUMBER: KOMPAS